Pada
bahasan sebelumnya, kita sudah membahas tentang tips menulis novel serial.
Kali ini Smart Writer akan membahas
tentang dwilogi, trilogi, tetralogi dan seterusnya.
Secara umum novel-novel
dwilogi dan seterusnya juga nmerupakan novel yang ditulis berseri, namun dalam penulisan
teknisnya, penulis dwilogi dan seterusnya akan membatasi novelnya hingga buku
ke sekian.
Contoh
– contoh buku semacam ini antara lain
karya-karya Andrea Hirata dengan tetralogi
Laskar Pelangi-nya, dwilogi Padang Bulan
dan Cinta di dalam Gelas, Pramoedya Ananta Toer dengan tetralogi Bumi Manusia–nya,
J.R.R. Tolkien dengan trilogi Lords of The Rings-nya, hingga tetralogi The Tunnels milik Roderick Gordon
dan Brian Williams. Dalam dunia non fiksi pun istilah dwilogi dan seterusnya
sudah ada yang menulisnya. Contohnya saja Ustadz Yusuf Mansyur dengan Pentalogi
#Winner, #Kalem, #Suflish, #Dream, #Doa, dan trilogi Kun Fayakuun. Ataupun dwilogi nonfiksi pernikahan / rumah tangga karya duet
Afifah Afra dan Riawani Elyta berjudul Sayap-sayap Sakinah dan Sayap-sayap
Mawaddah.
Menulis novel maupun non
fiksi dengan gaya dwilogi dan seterusnya ini masih terbuka sangat lebar, penuh
tantangan dan menguras energi yang cukup besar dibandingkan menulis novel atau
buku tunggal. Ibarat penyanyi dan penulis lagu yang menghasilkan sebuah mini
album atau album,
tentu lebih membutuhkan perjuangan daripada merilis sebuah single, begitu pula menulis dwilogi dan seterusnya.
Tetapi
kesulitan dan tantangan itu menjadikan menulis
dengan cara ini masih relatif
sedikit jumlahnya. Kamu mau menjadi yang sedikit dan masih terus dicari itu? Yuk, ikuti tips-tips
dari Smart Writer
berikut ini ya :
1. Menentukan
tema dan jenis buku
Baik novel maupun non fiksi, kamu harus memiliki ide
dasar dan tema yang kuat,
yang kamu yakin bisa bertahan
hingga menyelesaikan seluruh rangkaian seri.
Kebanyakan
penulis dwilogi dan seterusnya mengambil genre fantasi karena memiliki
jangkauan imajinasi yang luas untuk dikembangkan, namun genre lain pun memiliki banyak
ide dasar yang luas untuk dikembangkan selama kamu
yakin jika idemu itu cukup kuat
untuk bertahan hingga akhir
keseluruhan cerita.
2. Membangun
kerangka kuat untuk setiap bagian dengan hubungan yang erat dengan bagian
selanjutnya
Tiap
bagian memiliki proses penulisan yang hampir sama dengan menulis sebuah buku
tunggal. Bedanya, pada buku dwilogi dan seterusnya
memiliki judul masing-masing yang mencerminkan isi buku tersebut namun memiliki
keterkaitan erat dengan seri selanjutnya dan akan diakhiri pada bagian terakhir.
Jadi sebelum kamu
menulis seluruh rangkaian bukunya, buatlah kerangka kuat per bagian untuk tiap
serinya ya.
3. Penokohan
yang sama atau hampir sama (untuk karya fiksi)
Inilah
keuntungan menulis dwilogi dan seterusnya. Kamu bisa menggunakan tokoh yang
sama atau hampir sama dan tidak perlu memikirkan bagaimana membangun
tokoh-tokoh baru untuk setiap bukumu. Tapi tentu saja pada buku lanjutannya, kamu bisa memasukkan
tokoh – tokoh baru namun tokoh utama dan
beberapa tokoh pendamping tetap
sama pada setiap sekuelnya, Jadi pastikan kamu
membuat tokoh yang kuat karakternya dan spesifik agar mudah untuk terus
dieksplorasi.
4. Penjabaran
tema yang seragam untuk dwilogi dan seterusnya dalam buku non fiksi
Buku
- buku non fiksi dengan gaya dwilogi dan seterusnya terbilang masih sedikit.
Jika kamu memiliki ide yang banyak
dan luas namun masih dalam satu tema,
maka kamu
bisa menuangkannya dalam buku dwilogi dan seterusnya. Selain ide - idemu bisa
tertampung dengan lebih leluasa, kamu
juga bisa lebih dalam menjabarkan sebuah tema yang bisa jadi kurang tuntas jika
hanya ditampilkan dalam sebuh buku
walaupun dengan halaman yang tebal.
5. Eksplorasi
lebih banyak ide untuk buku kedua dan seterusnya
Menggarap
buku yang lebih dari satu seri menuntut kamu
menampilkan yang lebih greget lagi di setiap sekuelnya, maka Kamu harus bisa
menata tiap bukumu agar memiliki konflik yang semakin menajam pada tiap
sekuelnya.
6. Lebih
banyak membaca dan menonton novel dan film dwilogi dan seterusnya untuk mencari
ide – ide apa yang disukai pembaca dan penonton sekaligus menghindari stack dalam penulisan. Banyak penulis
dwilogi, trilogi dan seterusnya bisa memberikan awal cerita yang menggelegar pada
buku pertamanya namun sedikit mengalami perlambatan pada buku selanjutnya. Kamu
bisa menghindari hal tersebut tentunya dengan perencanaan yang matang dan
memiliki ide kuat dan kaya pada saat akan menggarap buku seterusnya.
7. Fokus
pada saat mengerjakan karyamu
Novel
dan atau buku non fiksi dalam bentuk dwilogi dan seterusnya menuntut ekstra
fokus pada saat pengerjaannya karena kamu
dituntut memberikan lebih daripada hanya mengerjakan sebuah karya tunggal, jadi usahakan selalu
fokus dan hindari mengerjakan buku yang lain kecuali semacam tulisan singkat
seperti artikel dan opini.
8. Menawarkan
naskah yang rapi ke penerbit
Pertaruhan
agar karyamu bisa diterbitkan adalah pada saat pertama kali menawarkannya pada
penerbit. Kamu tentu punya harapan agar karya pertamamu berlanjut sesuai
rencana awalmu,
jadi buatlah buku pertamamu dengan sebaik mungkin. Bukan hanya isi cerita,
tema, penokohan dan jalan cerita yang harus unik dan menarik, kamu juga harus
memperhatikan ejaan, dialog yang mengalir dan sesuai, penggalan – penggalan
kalimat dan tulisan yang benar.
Jika
karyamu rapi dan terstruktur baik dengan jalan cerita yang menarik, maka penerbit tentu
dengan senang hati akan menerbitkan bukumu.
Ide
– ide yang dahsyat akan sia - sia jika kamu
hanya menyimpannya di dalam kepalamu.
Memang terlihat sulit ketika kita akan mengerjakan segala sesuatu pada awalnya.
Tetapi setelah kamu menuliskan kata
pertamamu, semua akan terlihat masuk akal dan ide – idemu akan mengalir
berloncatan bahkan sebelum kamu
sempat mengetikkannya. Jadi mari menulis limpahan idemu tidak hanya dalam
sebuah buku tetapi dua,
tiga, empat dalam bentuk dwilogi, trilogi,
tetralogi dan seterusnya.
Selamat menulis.
Riawani Elyta
Risa Mutia
No comments:
Post a Comment