Ini adalah bagian
terakhir dari tiga tulisan. (Silakan klik : bagian-1 dan bagian-2). Ternyata begitu banyak pelajaran yang terkandung
dalam sebuah buku yang menyabet Pemenang Kategori Nonfiksi : Bram Stoker Award
tahun 2000, Horror Guild tahun 2001 dan Locus Award tahun 2001 ini. Yuk kita simak.
#Pelajaran
10 “Riset dan Penelitian”
Riset
dan penelitian adalah unsur
pendukung penulisan sebuah novel. Banyak
penulis novel popular yang menyelipkan banyak fakta dan riset dalam novel
mereka, sebut saja Arthur Hailey, James Michener, Tom Clancy dan Patricia
Cornwell. Dari ranah Tiongkok ada Anchee Min, yang membangun novel – novelnya lewat
penelitian panjang, bahkan kadang harus meminta ijin khusus untuk melihat
sebuah dokumen yang dilindungi negara. Dari fakta dan riset itu, dipadukan
dengan drama, bahkan ada tokohnya yang memang nyata, penulis – penulis ini
membangun novel mereka.
#Pelajaran
11 “Kursus Menulis dan Komunitas Penulis”
Adakah
manfaat dari mengikuti keduanya? Manfaat keduanya adalah bagaimana menciptakan
atmosfer dan lingkungan pendukung untuk terus memelihara api dan semangat
menulis dalam dirimu agar terus berkobar dan menyala. Berada dalam tempat dan
situasi yang tepat akan “memaksa” ide – ide kreatif bermunculan dan menuntut
tempat untuk dituliskan. Satu hal yang juga penting, kamu bisa mendapat
masukan yang berharga dengan bergabung di komunitas karena sesama penulis, juga
suka membaca dan mereka dengan senang hati membaca karya – karyamu dan
memberikan masukan yang berharga. Sebuah komunitas juga biasanya akan berbagi banyak informasi tentang menulis
hingga info – info lomba dan kompetisi yang bisa kamu ikuti untuk mengasah kemampuan
menulismu.
#Pelajaran
12 “Ruang Khusus Menulis”
Terdengar
sangat spesial bukan?
Mendapatkan ide menulis memang bisa dimana saja, bahkan sebelum
menulis, kita telah membuat gambaran tentang apa yang akan kita tulis, ide –
ide dasar, gagasan, sampai akhir dari tulisan kita. Hambatan yang biasanya terjadi
adalah ketika menuangkan ide - ide tadi ke dalam sebuah tulisan. Sebuah ruang
khusus akan membantu kita mengatasi masalah ini. Ruang khusus ini tidak
harus berupa kamar dengan dinding berlapis peredam suara, cukup sebuah meja dengan
peralatan pendukung yang kamu butuhkan dan
Kamu letakkan di bagian tertentu di rumahmu. Dan
setiap kali melihat meja itu, ingatkan dirimu, untuk apa meja tersebut kamu letakkan
disana. Ingatkan dirimu tentang menulis dan ketika kamu berada di depan
meja tersebut, curahkan ide yang berseliweran menjadi tulisan yang kamu pikirkan.
Satu
tambahan lagi adalah meniadakan TV di ruang kreatifmu. Jika kamu harus menonton
TV, selektiflah, pilih yang hanya benar – benar bisa membantumu untk
mendapatkan informasi yang mendukung, sisanya matikan.
Remy
Sylado yang menulis pengantar untuk buku Stephen King on Writing turut menambahkan.
Sebuah
diskusi yang diadakan di sebuah universitas di Surabaya yang berjudul “What’s
Wrong with Reading”, terangkat bahwa biang kerok terhadap kedodorannya minat
baca khusunya di kalangan remaja sebagai periode yang dianggap paling peka
terhadap masukan – masukan adalah TV. TV – TV kini mesti bersaing ketat dan
karenanya tergagap – gagap dan harus menjual tontonan tak bermutu. Dengan
ketidakberdayaan ini ditambah ketidaksungguhan menerima kritik, maka piranti
ini telah alpa menuntun masyarakat ke arah tujuan edukatif yang dapat membuat
masyarakat berpikir kreatif, kritis dan sehat. TV secara langsung memblusukkan
masyarakat ke pola budaya instan, pamrih hadiah, konsumerisme, slogan gaya hidup,
kepribadian yang labil, hingga karakter yang rapuh.
Tentang
hal ini Stephen King menulis.
“Aku
adalah anggota masyarakat yang cukup terpilih : sejumput novelis Amerika yang
belajar membaca dan menulis sebelum menyantap sampah televisi yang cenderung
merugikan.” Belakangan, kehadiran gadget turut memperparah minat
membaca buku di kalangan remaja. Gadget dengan segala fasilitas dan hiburan
yang ditawarkannya, sukses merenggut waktu dan minat sebagian besar masyarakat masa
kini dari kebiasaan membaca buku.
#Pelajaran
13 “Mengenali Penerbit untuk Menerbitkan Karyamu”
Ketika
kita menjadi penulis, kita tidak mengenali pembaca kita. Ibarat melempar jala
ke laut, kita tidak tahu apakah jala kita menangkap ikan, udang, lobster,
bahkan kura – kura. Namun satu hal yang kita niatkan, bahwa apapun yang kita
tangkap, tentunya bernilai. Demikian juga dengan menulis. Menulis bertujuan
untuk memberi manfaat untuk si pembaca, namun niat baik ini baru bisa
tersampaikan jika ada fasilitator yang membantu kita, dialah jala alias
penerbit. Agar jala tersebut bisa bekerja baik, tentu kita harus memilih jala
yang baik, yang sesuai dengan maksud kita, demikianlah cara kerja penerbit.
Mengetahui selera penerbit yang mengenali selera pasar bisa membantu tulisan
kita agar bisa diterbitkan. Mengenali penerbit, bisa dilakukan dengan membaca
buku – buku yang telah diterbitkan penerbit tersebut, mengenali cara kerjanya,
mekanisme dan proses penerbitan, bagaimana menyusun proposal permohonan dan
menindaklanjuti naskah yang telah kita kirimkan dan cermat membaca kontrak
kerja dengan penerbit. Sesuaikan naskahmu dengan penerbit yang cocok dan
bersabarlah. Ketika pada akhirnya penerbit mengirimmu sebuah kontrak kerjasama
dan untuk selanjutnya bisa jadi penerbit tersebut akan menjadikanmu partner untuk
menulis buku yang akan mereka terbitkan.
#Pelajaran
14 “Tentang Menulis”
Saya
pernah membaca sebuah survei menarik yang dilakukan dengan melibatkan para
penulis di dalamnya. Pertanyaannya adalah :
Apakah
yang kau harapkan dari menulis : 1. Uang 2. Kepuasan bathin ?
Sebagian
menjawab : kepuasan bathin.
Menulis
bisa menjadi profesi yang menjanjikan, sama seperti bidang kreatif lainnya.
Tetapi jauh di atas itu, jika kamu
tidak mendapatkan penghargaan berupa materi dari kegiatan menulismu, dengan
berbagi lewat tulisanmu, akan memberimu rasa bahagia yang jauh lebih besar
daripada kepuasan dari materi itu sendiri.
Stephen
King menulis :
“Ada
saat – saat ketika menulis bagiku menjadi sebuah takdir kecil, pencerahan pada
saat murung. Menulis bukan kehidupan, tetapi dapat menjadi cara untuk kembali
hidup”
“Menulis
itu mukjizat, seperti air kehidupan, seperti semua karya seni kreatif lainnya.
Air itu gratis, jadi minumlah, minumlah sampai kenyang.”
Kita,
para penulis berada di tengah peradaban yang membutuhkan penulis kreatif yang
menulis dari hasil pemikiran ditambah pengetahuan yang diserap dari proses
membaca, mengamati, riset dan penelitian.
Penulis yang lahir dari proses, malu terhadap
plagiarisme dan menghargai proses kreatif itu sendiri. Stephen King telah
menunjukkan bahwa perjuangan, kesabaran, kerja keras, kemauan untuk terus
belajar, rajin membaca telah membuahkan hasil yang kokoh, yang permanen dan
Stephen King berhasil mencatatkan namanya dalam deretan penulis legendaris,
raja horor dan thriller yang belum tergantikan.
Berikut
beberapa film yang diadaptasi dari novel Stephen king :
1. The
Mist (2007)
2. Misery
(1990)
3. Carrie
(Remake 2013)
4. 1408
(2007)
5. The
Shawshank Redemption (1994)
6. The
Shining (1980)
7. Stand
by Me (1986)
8. Christine
(1983)
9. Pet
Cemetery (1989)
10. Secret
Window (2004)
11. The
Stand (1994)
12. The
Green Mile (1999)
13. Bag
of Bones (2011)
14. Cat’s
Eye (1985)
15. Sleepwalkers
(1992)
16. Dan
masih terus berlanjut
*******
Risa Mutia
Jauhkan gadjet dan tv.
ReplyDeleteMemang piranti dua ini bisa ngilangin mood menulis.
Nice tips.
Tfs
selain gadegt membuat anak muda malas membaca juga cepat merusak mata
ReplyDeleteduduk sambil nyimak sebelum sahur
ReplyDeletePenelitian itu memang sangat penting dalam menulis. Bagiku kalau sudah penelitian, menulis jadi sangat mudah dan mengalir begitu saja. Tapi kalau gak ada penelitian, ya apa yang mau ditulis?
ReplyDelete