13 June 2017

PELAJARAN MENULIS DARI STEPHEN KING (BAGIAN 3 - SELESAI)




Ini adalah bagian terakhir dari tiga tulisan. (Silakan klik : bagian-1 dan bagian-2). Ternyata begitu banyak pelajaran yang terkandung dalam sebuah buku yang menyabet Pemenang Kategori Nonfiksi : Bram Stoker Award tahun 2000, Horror Guild tahun 2001 dan Locus Award tahun 2001 ini. Yuk kita simak.

#Pelajaran 10 “Riset dan Penelitian”
Riset dan penelitian adalah unsur pendukung penulisan sebuah novel. Banyak penulis novel popular yang menyelipkan banyak fakta dan riset dalam novel mereka, sebut saja Arthur Hailey, James Michener, Tom Clancy dan Patricia Cornwell. Dari ranah Tiongkok ada Anchee Min, yang membangun novel – novelnya lewat penelitian panjang, bahkan kadang harus meminta ijin khusus untuk melihat sebuah dokumen yang dilindungi negara. Dari fakta dan riset itu, dipadukan dengan drama, bahkan ada tokohnya yang memang nyata, penulis – penulis ini membangun novel mereka.

#Pelajaran 11 “Kursus Menulis dan Komunitas Penulis”
Adakah manfaat dari mengikuti keduanya? Manfaat keduanya adalah bagaimana menciptakan atmosfer dan lingkungan pendukung untuk terus memelihara api dan semangat menulis dalam dirimu agar terus berkobar dan menyala. Berada dalam tempat dan situasi yang tepat akan “memaksa” ide – ide kreatif bermunculan dan menuntut tempat untuk dituliskan. Satu hal yang juga penting, kamu bisa mendapat masukan yang berharga dengan bergabung di komunitas karena sesama penulis, juga suka membaca dan mereka dengan senang hati membaca karya – karyamu dan memberikan masukan yang berharga. Sebuah komunitas juga biasanya akan berbagi banyak informasi tentang menulis hingga info – info lomba dan kompetisi yang bisa kamu ikuti untuk mengasah kemampuan menulismu.

#Pelajaran 12 “Ruang Khusus Menulis”
Terdengar sangat spesial bukan? Mendapatkan ide menulis memang bisa dimana saja, bahkan sebelum menulis, kita telah membuat gambaran tentang apa yang akan kita tulis, ide – ide dasar, gagasan, sampai akhir dari tulisan kita. Hambatan yang biasanya terjadi adalah ketika menuangkan ide - ide tadi ke dalam sebuah tulisan. Sebuah ruang khusus akan membantu kita mengatasi masalah ini. Ruang khusus ini tidak harus berupa kamar dengan dinding berlapis peredam suara, cukup sebuah meja dengan peralatan pendukung yang kamu  butuhkan dan Kamu letakkan di bagian tertentu di rumahmu. Dan setiap kali melihat meja itu, ingatkan dirimu, untuk apa meja tersebut kamu letakkan disana. Ingatkan dirimu tentang menulis dan ketika kamu berada di depan meja tersebut, curahkan ide yang berseliweran menjadi tulisan yang kamu pikirkan.
Satu tambahan lagi adalah meniadakan TV di ruang kreatifmu. Jika kamu harus menonton TV, selektiflah, pilih yang hanya benar – benar bisa membantumu untk mendapatkan informasi yang mendukung, sisanya matikan.

Remy Sylado yang menulis pengantar untuk buku Stephen King on Writing turut menambahkan.
Sebuah diskusi yang diadakan di sebuah universitas di Surabaya yang berjudul “What’s Wrong with Reading”, terangkat bahwa biang kerok terhadap kedodorannya minat baca khusunya di kalangan remaja sebagai periode yang dianggap paling peka terhadap masukan – masukan adalah TV. TV – TV kini mesti bersaing ketat dan karenanya tergagap – gagap dan harus menjual tontonan tak bermutu. Dengan ketidakberdayaan ini ditambah ketidaksungguhan menerima kritik, maka piranti ini telah alpa menuntun masyarakat ke arah tujuan edukatif yang dapat membuat masyarakat berpikir kreatif, kritis dan sehat. TV secara langsung memblusukkan masyarakat ke pola budaya instan, pamrih hadiah, konsumerisme, slogan gaya hidup, kepribadian yang labil, hingga karakter yang rapuh.
Tentang hal ini Stephen King menulis.
“Aku adalah anggota masyarakat yang cukup terpilih : sejumput novelis Amerika yang belajar membaca dan menulis sebelum menyantap sampah televisi yang cenderung merugikan.”  Belakangan, kehadiran gadget turut memperparah minat membaca buku di kalangan remaja. Gadget dengan segala fasilitas dan hiburan yang ditawarkannya, sukses merenggut waktu dan minat sebagian besar masyarakat masa kini dari kebiasaan membaca buku.

#Pelajaran 13 “Mengenali Penerbit untuk Menerbitkan Karyamu”
Ketika kita menjadi penulis, kita tidak mengenali pembaca kita. Ibarat melempar jala ke laut, kita tidak tahu apakah jala kita menangkap ikan, udang, lobster, bahkan kura – kura. Namun satu hal yang kita niatkan, bahwa apapun yang kita tangkap, tentunya bernilai. Demikian juga dengan menulis. Menulis bertujuan untuk memberi manfaat untuk si pembaca, namun niat baik ini baru bisa tersampaikan jika ada fasilitator yang membantu kita, dialah jala alias penerbit. Agar jala tersebut bisa bekerja baik, tentu kita harus memilih jala yang baik, yang sesuai dengan maksud kita, demikianlah cara kerja penerbit. Mengetahui selera penerbit yang mengenali selera pasar bisa membantu tulisan kita agar bisa diterbitkan. Mengenali penerbit, bisa dilakukan dengan membaca buku – buku yang telah diterbitkan penerbit tersebut, mengenali cara kerjanya, mekanisme dan proses penerbitan, bagaimana menyusun proposal permohonan dan menindaklanjuti naskah yang telah kita kirimkan dan cermat membaca kontrak kerja dengan penerbit. Sesuaikan naskahmu dengan penerbit yang cocok dan bersabarlah. Ketika pada akhirnya penerbit mengirimmu sebuah kontrak kerjasama dan untuk selanjutnya bisa jadi penerbit tersebut akan menjadikanmu partner untuk menulis buku yang akan mereka terbitkan. 

#Pelajaran 14 “Tentang Menulis”
Saya pernah membaca sebuah survei menarik yang dilakukan dengan melibatkan para penulis di dalamnya. Pertanyaannya adalah :
Apakah yang kau harapkan dari menulis : 1. Uang 2. Kepuasan bathin ?
Sebagian menjawab : kepuasan bathin.
Menulis bisa menjadi profesi yang menjanjikan, sama seperti bidang kreatif lainnya. Tetapi jauh di atas itu, jika kamu tidak mendapatkan penghargaan berupa materi dari kegiatan menulismu, dengan berbagi lewat tulisanmu, akan memberimu rasa bahagia yang jauh lebih besar daripada kepuasan dari materi itu sendiri.    
Stephen King menulis :
“Ada saat – saat ketika menulis bagiku menjadi sebuah takdir kecil, pencerahan pada saat murung. Menulis bukan kehidupan, tetapi dapat menjadi cara untuk kembali hidup”
“Menulis itu mukjizat, seperti air kehidupan, seperti semua karya seni kreatif lainnya. Air itu gratis, jadi minumlah, minumlah sampai kenyang.”

Kita, para penulis berada di tengah peradaban yang membutuhkan penulis kreatif yang menulis dari hasil pemikiran ditambah pengetahuan yang diserap dari proses membaca, mengamati, riset dan penelitian. Penulis yang lahir dari proses, malu terhadap plagiarisme dan menghargai proses kreatif itu sendiri. Stephen King telah menunjukkan bahwa perjuangan, kesabaran, kerja keras, kemauan untuk terus belajar, rajin membaca telah membuahkan hasil yang kokoh, yang permanen dan Stephen King berhasil mencatatkan namanya dalam deretan penulis legendaris, raja horor dan thriller yang belum tergantikan.

Berikut beberapa film yang diadaptasi dari novel Stephen king :
     1.      The Mist (2007)
     2.      Misery (1990)
     3.      Carrie (Remake 2013)
     4.      1408 (2007) 
     5.      The Shawshank Redemption (1994)
     6.      The Shining (1980)
     7.      Stand by Me (1986)
     8.      Christine (1983)
     9.      Pet Cemetery (1989)
   10.  Secret Window (2004)
   11.  The Stand (1994)
   12.  The Green Mile (1999)
   13.  Bag of Bones (2011)
   14.  Cat’s Eye (1985)
   15.  Sleepwalkers (1992)
   16.  Dan masih terus berlanjut

*******

Risa Mutia

4 comments:

  1. Jauhkan gadjet dan tv.
    Memang piranti dua ini bisa ngilangin mood menulis.

    Nice tips.

    Tfs

    ReplyDelete
  2. selain gadegt membuat anak muda malas membaca juga cepat merusak mata

    ReplyDelete
  3. duduk sambil nyimak sebelum sahur

    ReplyDelete
  4. Penelitian itu memang sangat penting dalam menulis. Bagiku kalau sudah penelitian, menulis jadi sangat mudah dan mengalir begitu saja. Tapi kalau gak ada penelitian, ya apa yang mau ditulis?

    ReplyDelete